Monday, October 8, 2012

Info Kilas ESDM, 8 Oktober 2012


TAMBANG
Pemerintah Tidak akan Ekspor Batubara Berkualitas Rendah
Rencananya pemerintah tidak memperbolehkan batubara berkalori dibawah 5.000 kilolkalori atau berkualitas rendah diekspor keluar, karena nantinya batubara itu akan disalurkan untuk industri pupuk maupun pabrik methanol.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, pemerintah akan menyalurkan batubara berkualitas rendah untuk industri pupuk di tanah air.
“Apakah tahun 2014 ekspor batubara distop? Jawabannya tidak. Yang dihentikan adalah bahan mentah mineral-mineral,” tuturnya.
Menteri ESDM, Jero Wacik, menjelaskan, pemerintah akan mengontrol produksi dan ekspor batubara agar mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri pada mas depan.  (Kompas-19)

Analis: Emiten Tambang Genjot Efisiensi
Guna menjaga kemampuan dalam memperoleh laba di tahun ini, beberapa emiten tambang batubara mengambil langkah efisiensi di perusahaannya masing-masing.
Menurut Analis Riset e-Trading Securuties, Andrew Argado, sejumlah upaya efisiensi emiten batubara dalam menghadapi penurunan harga jual, terutama dengan menghemat biaya operasional, menunda belanja modal, dan memangkas target produksi.
“Menghemat biaya operasional dapat dipertimbangkan dengan cara mengurangi biaya eksplorasi dan biaya lain yang tidak perlu,” katanya.   (BI-Market)

Wika Bangun Pabrik Aspal di Buton Senilai Rp300 Miliar
Akhirnya setelah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) menuntaskan proses akuisisi PT Sarana Karya berjalan lancar dan sukses, perseroan direncanakan akan menginvestasikan dana sebesar Rp 300 miliar untuk pembangunan pabrik aspal yang berlokasi di Buton.
Menurut Perusahaan WIKA, Natal Argawan Pardede, dana tersebut akan bersumber dari kas internal dan pinjaman perbankan, dengan komposisi masing-masing 30% dan 70%.
“Kami memang serius mengembangkan bisnis aspal, tetapi itu unyuk pengembangan selanjutnya setelah rencana akuisisi Sarana Karya. Rencananya kami akan bangun pabrik ekstraksi aspal senilai Rp 300 miliar,” tuturnya. (BI-m3)

ESDM Tak Cemas Ekspor Turun   
Pemerintah tidak khawatir dengan realisasi ekspor komoditas tambang yang cenderung menurun akibat melemahnya harga belakangan ini.
Menurut Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Thamrin Sihite, penurunan ekspor komoditas tidak akan merugikan negara.
Thamrin menambahkan, pendapatan dari ekspor tambang yang turun bisa ditutup dari penghasilan melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP), lantaran adanya aturan bea keluar 20% yang dikenakan kepada perusahaan tambang.
“Mereka lebih disiplin membayar kewajiban administrasi termasuk PNBP. Meski produksi turun, pendapatan negara tidak turun,’ cetusnya.    (BI-7)

Hatta: Kontrak Pertambangan Harus Ditata Ulang  
Renegosiasi kontrak pertambangan hingga saat ini masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah, bagi setiap perusahaan pertambangan yang mempunyai kontrak pertambangan wajib hukumnya untuk merenegosiasi kontraknya dengan pemerintah Indonesia.
Menurut Menteri Koordinator Perekenomian, Hatta Rajasa, pihaknya mendesak agar kontrak pertambangan untuk segera diatur ulang.
“Sudah saatnya kami tata ulang kontrak-kontrak investor pertambangan yang mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan Indonesia,” katanya.
Hatta mengungkapkan, selama ini sistem pengelolaan sumber daya alam hanya menguntungkan pemilik modal besar, namun merugikan negara dan masyarakat.  (KT-B4)

ReforMiner Desak Pemerintah untuk Batasi Produksi Batu Bara
Untuk mencegah jatuhnya harga batubara yang lebih parah lagi, pemerintah didesak agar untuk membatasi produksi batu bara. Hal itu demi menjaga ketahanan energi untuk masa yang akan datang.
Menurut Wakil Direktur ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, pihaknya menilai harga batu bara untuk saat ini memang sedang tidak bagus, untuk itu sebaiknya pemerintah membatasi produksi batu bara dan menjadikannya sebagai cadangan untuk masa yang akan mendatang.
“Kalaupun sekarang tidak ada investasi juga tak masalah karena tetap bisa dicadangkan untuk kemudian hari,” katanya.
Dirjen Mineral dan Batubara, Thamrin Sihite, menanggapi hal itu, bahwa pemerintah belum berencana untuk membatasi produksi batu bara. Sebab, tanpa pembatasan pun, otomatis produksi batu bara menurun jika harga jualnya merosot.    (KT-B5)

Adaro dan PTBA akan Ekspor Batu Bara ke Jepang  
Harga batu bara saat ini terus mengalami penurunan, itu efek dari kelebihannya pasokan batu bara di China. Untuk itu produsen batu bara nasional yaitu PT Adaro Energy dan PT Bukit Asam sedang melirik potensi pangsa pasar batu baranya ke Jepang.
Kedua perusahaan produsen batu bara nasional telah menangkap sinyal dari Jepang untuk berkerja sama dalam bidang energi. Di karenakan, saat ini Jepang sedang membutuhkan sumber energi untuk mengganti energi nuklir yang saat ini tidak akan dipergunakannya lagi.
Menurut Presiden Direktur Adaro Energy, Garibaldi Thorir, beberapa waktu lalu, dia bertemu dengan beberapa pengusaha Jepang dan beberapa pejabat tinggi di Jepang untuk membicarakan soal bisnis energi.
Selain itu menurut Sekretaris Perusahaan PTBA, Joko Pramono, pihaknya juga menangkap sinyal peningkatan permintaan batu bara dari Jepang. “Kemungkinan tambahan ekspor ke Jepang masih terbuka.”   (Kontan-14)

Bhakti Investama Akuisisi Tambang Batubara di Sumatera Selatan  
Saat ini PT Bhakti Investama sedang gencar untuk mengembangkan bisnisnya di sektor energi. Sebagaimana diketahui Bhakti sedang menggeluti bisnis batubara melalui anak perusahaanya yaitu PT Bhakti Coal Resources (BCR). Dan perseroan telah meneken perjanjian pembelian dan penjualan untuk membeli mandatory exchangeable bond (MEB) yang telah diterbitkan oleh BCR.
Menurut salah satu Direktur Bhakti, Wandhy Wira Riady, BCR merupakan pemegang saham mayoritas delapan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Banyu Asin, Sumatera Selatan. Luas konsesi di bawah BCR mencapai 92 ribu hektare (ha).
“Sumber daya berpotensi bertambah, seiring peningkatan area eksplorasi. Saat ini, satu perusahaan telah berproduksi dan dua lagi ditargetkan berproduksi pada November tahun ini,” tuturnya.    (ID-13)


MIGAS
Kinerja AKR Corporindo Ditopang Bisnis BBM
Kinerja PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) saat ini ditopang oleh bisnis bahan bakar minyak (BBM). Pendapatan perseroan pada semester I tahun 2012 mengalami kenaikan sekitar 18% atau sebesar Rp 10,7 triliun bila dibandingkan pada tahun lalu di periode yang sama senilai Rp 9,1 triliun.
Menurut Direktur AKR, Suresh Vembu, bisnis BBM AKR terus mengalami peningkatan seiring adanya dorongan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
“Volume BBM yang kami jual ke industri pertambangan, bunker, industri, sektor komersial, dan ritel terus tumbuh terutama di daerah timur Indonesia,” ujarnya. (Kontan-14)

Polisi Periksa Sembilan Saksi Ledakan Pipa Milik Pertamina
Guna mengembangkan penyelidikan dalam kasus meledaknya pipa minyak milik PT Pertamina (Persero) yang diduga penyebabnya pencurian, maka Kepolisian Resor Musi Banyuasin telah memeriksa sembilan saksi mata karena mengetahui detik-detik menjelang meledaknya pipa tersebut.
Kepala Polres Musi Banyuasin, Ajun Komisaris Besar Toto Wibowo, pihaknya sedang mendalami informasi ihwal dugaan keterlibatan oknum TNI Angkatan darat dalam peristiwa pencurian minyak mentah yang menjadi penyebab ledakan.
“Penyelidikan masih terus dilakukan dengan mengumpulkan alat-alat bukti pendukung,”  ujarnya.   (KT-A9)


Pertamina Bangun Kilang TDAE 50.000 Ton Per Tahun untuk Memproduksi Bahan Baku Ban
Untuk mengembangkan usahanya, PT Pertamina (Persero) akan membangun kilang treated distillate aromatic extract (TDAE) yang merupakan bahan baku utama industri ban dan karet sintesis dnegan kapasitas 50.000 ton per tahun.
Menurut Direktur Pengolahan Pertamina, Chrisna Damayanto, kilang akan dibangun di kompleks kilang pengolahan di Cilacap, Jawa Tengah dengan target beroperasi secara komersial pada akhir 2015.
“Produksinya akan dipasarkan di dalam negeri dan ekspor dengan komposisi awal 60:40. nantinya, kalau pasar di dalam negeri meningkat, kami akan prioritaskan ke domestik,” tuturnya.  (ID-9/Kontan-14)

Pertamina Layangkan Surat Eksekusi Aset TPPI  
Pada September lalu, PT Pertamina (Persero) telah melayangkan surat eksekusi aset milik PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Namun hingga saat ini Pertamina masih menunggu penilaian jumlat aset milik TPPI.
Menurut Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir, aset milik TPPI tersebut nantinya akan dilelang. Namun sebelumnya Pertamina masih harus menunggu hasil appraisal aset yang telah disetujui oleh Pemerintah.
“Hak Pertamina yaitu tanah dan aset yang ada di atasnya. Ini sudah diajukan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Surabaya pada 27 September lalu,” ujarnya.
Ali mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya masih fokus untuk mengeksekusi hak-hak perseroan sesuai dengan perjanjian langsung (direct agreement) dengan TPPI. Hak tersebut hanya berupa tanah berserta aset di atasnya dan tidak menyebutkan kilang. Sehingga kilang TPPI tidak lantas menjadi milik perseroan, begitu perusahaan tersebut gagal bayar (default).   (ID-9)

Puskepi: Usulan Harga LPG Bakal Ditolak Berbagai Pihak
Rencana PT Pertamina (Persero) untuk menaikkan harga jual liquefied petroleum gas (LPG) nonsubsidi tabung ukuran 12 Kilogram (kg) nantinya akan menuai berbagai penolakan dari berbagai pihak, yaitu pemerintah serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurut Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria, usulan Pertamina untuk menaikkan harga LPG 12 Kg diduga akan ditolak oleh DPR.
“Walau Pertamina menyampaikan fakta dan alasan bahwa BUMN ini harus menanggung kerugian sekitar Rp 5 triliun per tahunnya dalam penjualan elpiji nonsubsidi tabung 12 kg, saya yakin pemerintah dan elite politik di Senayan (DPR) tidak akan memberi restu agar harga elpiji 12 kg disesuaikan,” ujarnya.
Sofyano menjelaskan, pejabat pemerintah dan elite politik pasti akan mematahkan segala alasan maupun fakta yang disampaikan Pertamina. Sebab, penaikan harga elpiji 12 kg merupakan kebijakan tidak populer bagi pemerintah yang berkuasa dan parpol. (ID-9)

Kegiatan Migas Belum Berdampak pada Masyarakat Bojonegoro  
Ternyata memiliki kekayaan sumber daya alam tidak memberikan dampak yang positif bagi sekitar wilayah, salah satunya yaitu masyarakat Bojonegoro, Jawa Timur, hingga saat ini belum merasakan dampak yang positif dari kegiatan pengolahan sumber daya alam di wilayahnya. Padahal, wilayah tersebut mengandung minyak dan gas bumi yang cukup melimpah.
Menurut Bupati Bojonegoro, Suyoto, pihaknya belum merasakan apa-apa dari sumber kekayaan minyak dan gas bumi yang berada di wilayahnya, bahkan dia khawatir masyarakatnya sekarang ini banyak yang menjadi miskin dan akan menimbulkan kerawanan sosial.
“Justru kami diberi pekerjaan rumah dengan kian banyaknya masyarakat yang berstatus OKBCM atau orang kaya baru calon miskin karena berkurangnya lahan produksi mereka. Dari 15 desa yang melepas tanahnya, ada enam desa yang masyarakatnya berstatus OKBCM. Dan ini berpotensi menimbulkan kerawanan sosial,” ujarnya.
Suyoto mengungkapkan, persoalan tersebut disebabkan selama ini pemerintah daerah Bojonegoro tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan plan of development (PoD) seluruh proyek migas yang ada di wilayahnya, sehingga dampak sosial tidak pernah tersentuh.    (ID-9)


ENERGI
Chevron Kembangkan Proyek Geothermal di Aceh
Untuk mengembangkan proyek geothermalnya, PT Chevron Pacific Indonesia saat ini sedang mengincar wilayah baru di Seulawahagam, Aceh Besar.
Menurut Manager Policy Government dan Public Affair Chevron Geothermal and Power Operation, Ida Bagus Wibatsya, saat ini proyek pengembangan panas bumi tersebut masih dalam proses. Pihaknya sudah mengajukan rencana ini kepada Pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD).
“Proposal final akan kami serahkan pada 10 Desember mendatang,” ujarnya.
Ida menjelaskan, proyek pengembangan panas bumi ini yang sedang ditenderkan oleh Pemprov Aceh berpotensi memiliki pasokan listrik sebesar 55 MW.  (Kontan-13)

Meta Epsi akan Investasi di Bisnis Pembangkitan
Akhirnya perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi mekanikal dan elektrikal, PT Meta Epsi pada tahun depan berencana akan masuk ke bisnis pembangkitan PLTU (pembangkt listrik tenaga uap) maupun PLTG (pembangkit listrik tenaga gas).
Menurut Direktur Utama Meta Epsi, Inomal Senta Jaya, tahun depan perusahaanya akan lebih dominan berinvestasi di proyek-proyek Independent Power Producer  (IPP).
“Kebijakan pemerintah di sektor panas bumi cukup memberikan peluang bagi perusahaan-perusahaan nasional seperti kami, untuk masuk ke bisnis energi baru terbarukan ini,” katanya.
Inomal Senta mengungkapkan, perseroan akan masuk ke wilayah kerja panas bumi yang sudah tuntas eksplorasinya, dan perseroan juga siap untuk bersama-sama mengembangkan lapangan panas bumi itu.   (BI-7)