Wednesday, October 3, 2012

Info Kilas ESDM, 3 September 2012


TAMBANG
14 Perusahaan Tambang Sepakati Renegosiasi Kontrak
Langkah pemerintah untuk merenegosiasi konttak sepertinya disambut positif oleh perusahaan pemegang kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara. Sebanyak 14 perusahaan pertambangan telah menyepakati renegosiasi kontrak dengan pemerintah.
Menurut Menteri ESDM, Jero Wacik, sekitar 14 perusahaan pertambangan telah sepakat untuk merenegosiasi kontrak dengan pemerintah. Rencananya naskah kesepakatan tersebut akan segera ditandatangani pekan depan.
“Jadi renegosiasi kontrak sudah berjalan dan ada hasilnya. Nanti enam bulan sekali kami umumkan ada lima lagi,” ujarnya.
Terkait proses renegosiasi kontrak dengan perusahaan tambang berskala besar, Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Thamrin Sihite menambahkan, untuk PT Freeport dan PT Vale Indonesia, diakuinya masih berjalan dengan alot.  (Kompas-20)

Pemprov Sumut Selidiki Penghentian Operasi Tambang Martabe
Saat ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sedang meneliti dan menyelidiki kasus penghentian operasi pertambangan emas milik PT Agincourt Resources. Rencananya sebuah tim independent pun ikut memantau kasus tersebut.
Menurut Ketua Tim Advance Pemprov Sumut, Eddy Sofyan, pihaknya menyesalkan atas penutupan itu. Hingga saat ini pihaknya telah melakukan berbagai upaya komunikasi yang sudah dilakukan agar bisa memberikan solusi.
“Saat tim turun, masyarakat sudah sepakat turut dalam tim independen yang terus memantau limbah yang dibuang ke sungai. Namun, belakangan muncul penolakan kembali,” ujarnya.
Manajemen PT Agincourt Resources menyatakan, pihaknya akan menghentikan pabrik pengolahan bijih yang akan dilanjutkan dengan penghentian kegiatan operasional perusahaan secara bertahap.   (Kompas-20)


Anak Usaha Medco Energi Produksi 600.000 Ton Batu Bara
Hingga akhir tahun ini anak Usaha PT Medco Energi Internasional Tbk yaitu, PT Duta Tambang Rekayasa menargetkan produksi batubaranya sekitar 600.000 ton. Di mana lokasi operasi perusahaan tersebut berada di Kalimantan Timur.
Menurut Presiden Direktur & CEO Medco Energi, Lukman Mahfoedz, produksi awal masih terbilang rendah lantaran pihaknya masih mencari pembeli tetap.
“Sejauh ini, Duta Tambang memang berupaya mencari pembeli dengan kontrak penjualan jangka panjang,” ujarnya.
Pengiriman pada awal Oktober ini, Lukman mengungkapkan, Duta Tambang akan mengirimkan sekitar 38.000 ton melalui Pelabuhan Sebakis menuju Pelabuhan Nunukan. Yang tujuan utama pengiriman batu baranya tersebut yaitu China Coal Solution Pte Ltd.    (Kontan-14)

Harum Energi Akuisisi 50,5% Saham Perusahaan Tambang Batubara
Rencana akuisisi PT Harum Energy Tbk (HRUM) akhirnya tercapai, perseroan telah mengakuisisi sekitar 50,5% saham PT Karya Usaha Pertiwi (KUP) milik PT Karya Wijaya Aneka Mineral (KWAM), yang mana nilai akuisisi tersebut senilai US$ 2 juta.
Menurut Corporate Secretary Harum Energy, Alexandra M.S, akuisisi ini diharapkan dapat diselesaikan dalam beberapa minggu mendatang, setelah terpenuhinya beberapa persyaratan dan kondisi tertentu.
Alexandra menjelaskan, akuisisi ini telah dilakukan seiring ditandatanganinya perjanjian jual-beli bersyarat dengan PT KWAM pada tanggal 28 September 2012.
Sebagaimana diketahui, PT Karya Usaha Pertiwi (KUP) adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan saat ini memiliki izin usaha pertambangan (IUP) untuk usaha pertambangan batu bara di Kalimantan Timur.    (KT-B3)

Penurunan Harga Komoditas Tekan Performa Antam
Performa PT Aneka Tambang Tbk (Antam) tahun ini menurun diakibatkan oleh anjloknya harga komoditas tambang. Itu bisa dilihat pada kinerja penjualan perseroan pada semester I-2012 yang mengalami penurunan sekitar 7% year on year, menjadi Rp 4,5 triliun.
Menurut Analis Trimegah Securities, Richardo P. Waluyo, performa yang mengecewakan itu membuat capaian laba bersih Antam merosot 54% menjadi Rp 475 miliar.
“Angka itu baru 44% dari target proyeksi laba Antam,’ ujarnya.
Richardo memperkirakan, permintaan komoditas di paro kedua tahun ini, belum akan bangkit. Dus, Antam pun belum memiliki katalis positif.  (Kontan-6)


MIGAS
2013, Pemerintah Alokasikan Rp1,5 Triliun untuk Pembangunan SPBG
Untuk menyukseskan program konversi atau pengalihan bahan bakar minyak menuju bahan bakar gas, akhirnya Pemerintah melalui Kementerian ESDM mengalokasikan dana sebesar Rp 1,5 triliun untuk pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) untuk tahun 2013.
Menurut Dirjen Migas Kementerian ESDM, Evita H Legowo, akhirnya pengajuan anggaran pembangunan SPBG disetujui oleh DPR sebesar Rp 1,5 Triliun.
“Sebenarnya kami mengusulkan ke DPR lebih dari Rp 1,5 triliun, tetapi dapatnya Rp 1,5 triliun,” ujarnya.
Evita mengungkapkan, saat ini alokasi dana pembangunan SPBG tersebut sedang dibahas oleh pembangku kepentingan, namun untuk jumlah SPBG yang akan dibangun itu belum diketahui.   (Kompas-17/ID-9)

Pemerintah: Penyelesaian utang TPPI ke Pertamina harus Melalui B to B
Pemerintah tidak ingin mencampuri urusan utang PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) kepada PT Pertamina (Persero), untuk itu pemerintah menyarankan agar urusan tersebut harus melalui cara B to B (business to business).
Menurut Waki Menteri ESDM, Rudi Rubiandini, sejauh ini pemerintah belum menerima laporan perkembangan restrukturisasi utang TPPI ke Pertamina pasca gagalnya perjanjian restrukturisasi utang atawa master of restructuring agreement (MRA).
Kan, pasti semuanya berdasarkan hitungan bisnis. Pemerintah tidak akan ikut-ikut,” tuturnya.

Rudi menjelaskan, persoalan utang TPPI sebaiknya diselesaikan dengan masing-masing perusahaan yang bersangkutan tanpa melibatkan pemerintah. Seharusnya Pertamina mengakuisisi kilang TPPI sebagai bagian dari restrukturisasi utang.   (Kontan-14)

BP Migas: Komitmen Kontraktor Capai US$ 9,04 Miliar
Pada periode Januari hingga Agustus tahun 2012, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) mengungkapkan bahwa nilai komitmen pengadaan barang dan jasa kontrak kerja sama (KKS) mencapai US$ 9,04 miliar.
Menurut Deputi Perencanaan BP Migas, Widhyawan Prawiraatmadja, investasi dalam bentuk belanja barang dan jasa di sektor hulu migas terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Sayangnya, peningkatan investasi mayoritas berkutat pada lapangan tua, sehingga produksinya cenderung turun,” tuturnya.    (BI-5)

Pertamina akan Uji Coba Sistem Pengendali BBM di Kalimantan 
Rencananya PT Pertamina (Persero) akan menguji coba Sistem Monitoring dan Pengendali Bahan Bakar Minyak (SMP BBM) di daerah Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Tengah (Kalteng). Diharapkan sistem inin akan memonitoring pengeluaran setiap liter BBM dari stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Menurut VP Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir, SMP BBM ini merupakan alat yang akan memonitor setiap liter BBM yang keluar dari pompa bensin. Namun alat ini juga bisa merealisasikan rencana pemerintah untuk membatasi penggunaan BBM.
“Misalnya, penggunaan BBM dibatasi 20 liter, maka dengan sistem ini, pengguna BBm tidak akan bisa mengisi bahan bakar lebih dari 20 liter. Sebab, setelah 20 liter, mesin pengisian akan mati sendiri,” tuturnya.
Sistem ini, Ali berharap, bisa memastikan BBM bersubsidi bisa sampai ke pihak yang benar-benar berhak memakai BBM bersubsidi.   (ID-9)

Evita: Kebijakan Pelarangan Konsumsi BBM untuk Tambang Belum Efektif  
Hingga saat ini beberapa daerah belum melaksanakan kebijakan pemerintah mengenai pelarangan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bagi kendaraan pertambangan belum berjalan secara efektif.
Menurut Dirjen Migas Kementerian ESDM, Evita H Legowo, pemerintah mengakui bahwa kebijakannya belum berjalan dengan efektif. Untuk itu pemeirntah akan melakukan sosialisasi kembali ke berbagai daerah.
“Memang belum semua daerah memberlakukan, beberapa mitra ditunda karena harga batubara kan sedang tidak bagus. Hingga saat ini pun hasilnya masih sedikit sekali,” ujarnya.
Evita menegaskan, kebijakan pembatasan konsumsi BBM subsidi bagi kendaraan pertambangan harus terus berjalan. Pasalnya, kebijakan ini merupakan amanat dari Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengendalian Penggunaan BBM (ID-9)

BPH Migas: Pipa Gas Kalija Boleh Belok ke Blok Kepodang  
Pada pembangunan ruas pipa gas dari lapangan Kepodang di Blok Muriah ke Tambak Lorok, Semarang kini perlu di tender ulang lagi. Karena jaringan pipa tersebut dianggap sebagai bagian dari jaringan pipa gas Kalimantan-Jawa (Kalija) yang saat ini dikuasai oleh PT Bakrie & Brothers Tbk.
Menurut Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Andy Noorsaman Sommeng, dalam Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional 2012-2025, gas lapangan Kepodang yang dioperasikan oleh Petronas Carigali Muriah Ltd ditetapkan sebagai salah satu sumber gas untuk jaringan pipa Kalija.
“Rencana induk itu, kan, bersifat dinamis. Tergantung dari permintaan pemerintah, badan usaha, atau permintaan masyarakat dan tergantung dari sumber gasnya. Manakala ada sumber gas di situ, kita harus tarik ruas pipa baru,” katanya.
Andy menjelaskan, ruas pipa dari Blok Kepodang ke Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Gas (PLTG) Tambak Lorok itu ditetapkan sebagai bagian dari ruas pipa Kalija yang tendernya dimenangkan oleh Bakrie & Brothers pada tahun 2006.  (Kontan-14)


ENERGI
DEN: Pemerintah Kurangi Ekspor Energi Fosil
Hingga saat ini eksploitasi energi fosil sangat tidak terkendali, dikarenakan setiap negara sangat memerlukan energi untuk kelangsungan kehidupan. Namun tidak seharusnya energi fosil dieksploitasi terus menerus, karena masih banyak sumber energi alternatif lain yang bisa dimanfaatkan.
Menurut Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Tumiran, pengelolaan energi harus diletakkan dalam konteks memberikan nilai tambah nasional. Dengan demikian, energi benar-benar menjadi penggerak roda ekonomi dan industri nasional.
“Ke depan, DEN menyarankan pemerintah secara bertahap mengurangi ekspor untuk pengembangan industri dalam negeri dan pada waktu tertentu kita harus berani menghentikan ekspor itu untuk kepentingan nasional kita,” ujarnya.
Tumiran mengungkapkan, eksploitasi yang dilakukan lebih berorientasi mengejar devisa. Buktinya, sebagian besar hasil produksi energi fosil diekspor tanpa banyak memberikan nilai tambah pada perekonomian domestik.   (Kompas-19)